Bank Sampah Sumber Waras: Antara Harapan, Realita, dan Titik Balik Menuju Berkah

LATIF SAFRUDDIN
SEKRETARIS BPD SUMBEREJO

Persoalan sampah di Desa Sumberejo bukanlah cerita baru. Ia adalah cerita panjang yang sudah berjalan lebih dari satu dekade, sejak kepemimpinan Kepala Desa Bapak Tri Rahardjo. Dalam rentang waktu itu, Desa Sumberejo telah mencoba berbagai pendekatan: membentuk Bank Sampah Sumber Waras, mengalokasikan anggaran dari Dana Desa, hingga mempercayakan pengelolaan kepada tokoh-tokoh lokal yang dianggap mampu. Namun jujur harus diakui, hingga hari ini, sampah belum sepenuhnya menjadi berkah. Ia masih sering menjadi masalah.

Sebagai anggota BPD, saya tidak menulis opini ini dari balik meja. Saya menulis dari pengalaman langsung: kunjungan lapangan, dialog dengan warga, hingga studi tiru ke desa-desa lain yang berhasil mengelola sampah secara berkelanjutan. Dari sana, satu kesimpulan besar muncul: masalah sampah bukan soal ada atau tidaknya bank sampah, tetapi soal komitmen, transparansi, dan visi pengelolaan.

10 Tahun Lebih: Dana Jalan, Masalah Tetap

Selama lebih dari 10 tahun, Bank Sampah Sumber Waras telah mendapatkan dukungan anggaran yang tidak kecil. Dana operasional yang bersumber dari Dana Desa hampir mencapai Rp50 juta per tahun, dengan kebutuhan operasional bulanan sekitar Rp3 juta. Ini adalah bentuk keberpihakan pemerintah desa terhadap isu lingkungan dan kebersihan.

Namun sangat disayangkan, dukungan anggaran tersebut tidak diiringi dengan tata kelola yang sehat. Selama bertahun-tahun, Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) nyaris tidak pernah disampaikan secara tertib. Bahkan ketika BPD menjalankan fungsi pengawasan dan meminta LPJ secara resmi melalui surat, barulah laporan itu muncul—dan itupun di penghujung waktu.

Ini bukan soal administrasi semata. LPJ adalah simbol tanggung jawab moral dan hukum. Tanpa transparansi, kepercayaan publik terkikis. Tanpa kejelasan arah, bank sampah berisiko berubah fungsi: dari pusat pengelolaan, menjadi sekadar Tempat Penumpukan Akhir (TPA).

Bank Sampah Bukan TPA

Inilah kritik paling mendasar. Bank Sampah Sumber Waras dalam praktiknya sering kali hanya menjadi tempat singgah sampah, bukan tempat pengolahan. Tidak ada nilai tambah yang signifikan bagi warga. Sampah datang, menumpuk, bermasalah, lalu memunculkan keluhan baru: bau, lalat, konflik sosial, dan beban biaya.

Padahal, dari berbagai studi tiru yang kami lakukan, bank sampah yang berhasil selalu memiliki satu ciri utama: sampah dipilah, diolah, dan memberi manfaat ekonomi maupun sosial. Ada yang berhasil dengan kompos, ada yang dengan daur ulang, ada pula yang mengaitkan dengan UMKM dan ekonomi sirkular.

Sumberejo seharusnya bisa. Potensi ada, warga ada, dukungan anggaran ada. Yang selama ini kurang adalah kepemimpinan pengelolaan yang berani berubah dan berani bertanggung jawab.

Titik Balik: 2026 dan Harapan Baru

Akhir tahun ini menjadi titik refleksi penting. Dengan berbagai pertimbangan—evaluasi panjang, masukan warga, dan fungsi pengawasan BPD—akhirnya diputuskan bahwa pengelolaan lama perlu diganti. Bukan karena dendam atau sentimen pribadi, tetapi karena masa depan lingkungan Desa Sumberejo tidak boleh terus terjebak dalam pola yang sama.

Pengelolaan baru dipercayakan kepada YB Rusmanto, dengan pendampingan Bapak Hermanto. Ini bukan sekadar pergantian nama, tetapi pergantian paradigma. YB Rusmanto dengan tegas menyampaikan satu syarat penting:

Bank sampah tidak boleh lagi hanya menjadi TPA.

Ia siap bekerja jika sampah di Sumberejo benar-benar dikelola dari hulu ke hilir: dari rumah tangga, pemilahan, pengolahan, hingga manfaat nyata bagi warga. Sikap ini patut diapresiasi, karena menunjukkan keberanian, komitmen, dan visi.

Sampah Harus Menjadi Berkah

Tahun 2026 harus menjadi awal baru. Sampah tidak boleh lagi dipandang sebagai beban, tetapi sebagai potensi. Potensi ekonomi, potensi lapangan kerja, potensi kebersihan, dan potensi edukasi lingkungan bagi generasi muda Sumberejo.

BPD akan tetap menjalankan fungsi pengawasan secara tegas namun konstruktif. Pemerintah desa diharapkan konsisten mendukung, namun juga disiplin dalam tata kelola. Warga pun harus dilibatkan, karena tanpa kesadaran masyarakat, bank sampah sebesar apa pun akan gagal.

Harapan kami sederhana namun mendalam:
sampah Sumberejo selesai bukan karena ditimbun, tetapi karena dikelola dengan benar.
Jika itu tercapai, maka Bank Sampah Sumber Waras benar-benar layak menyandang namanya: sumber waras, sumber kebaikan, dan sumber berkah bagi seluruh warga Desa Sumberejo.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama